Hukum Newton buat Ahok

ahokKalau mau menuduh mah gampang kalau saya. Sekarang ayat suci juga dipertandingkan, juara enggak juara, kita ada MTQ, apa itu melecehkan? Nah, kamu jawab itu dulu,” kata Ahok, sapaan akrabnya, di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (28/9)
Beberapa hari belakang ini kita melihat ahok mulai cemas dengan penggunaan ayat-ayat suci Al-qur’an dijadikan kampanye untuk menolak pencalonan dirinya sebagai gubernur DKI. Ahok bahkan mempertanyakan MTQ, dan bahkan menganggap MTQ sebagai bagian dari melecehkan. Beberapa hari kemaren sebuah video di youtube menjadi trending di dunia maya,  pada saat beliau (berkampanye?) berada di pulau seribu, sempat mengatakan bahwa surat Al-Maidah digunakan oleh para hatersnya untuk menipu rakyat agar tidak memilih beliau.
Sebagai seorang yang “bercita-cita” ingin jadi gubernur, sudah seharusnya ahok paham dan mulai “down to earth”, menyelami hati umat Islam. Boleh dikata sebagian besar para pemilih DKI adalah umat muslim. Sikap arogansi Ahok, membuat para pendukung dan tim suksenya kebingungan untuk meng-counter setiap serangan-serangan Ahok kepada haters dan rivalnya. Kesusahan dalam meng-counter isu semakin bertubi-tubi ketika Ahok melakukan pembelaan yang tidak elegan.
Komunikasi Politik Persuasif.

Dalam seni berpolitik pendekatan merakyat, seperti bahasa yang santun, menghormati lawan dan sikap yang jumawa adalah  strategi paling jitu merebut hati pemilih. Hal ini sudah dicontohkan oleh Jokowi, rekan seperjuangan beliau. Bahkan setelah menjadi Gubernur, setting-an gaya khas merakyat Jokowi berhasil membawa beliau menjadi orang nomor satu di Indonesia. Jokowi berhasil menerapkan komunikasi politik persuasif. Istilah persuasi bersumber dari perkataan Latin, persuasio, yang berarti membujuk, mengajak atau merayu. Merayu bahkan terkadang tak hanya dengan menggunakan bahasa verbal, non verbal pun adalah bagian dari komunikasi persuasif. Kita tentunya ingat bagaimana Jokowi selalu disetting menggunakan baju putih, celana katun, atau bahkan dengan slogan “Jokowi adalah kita” dengan foto Jokowi sedang menambal ban, tentunya diluar cyber army Jokowi yang terkenal dengan istilah JASMEV (Jokowi – Ahok Social Media Volunteer).

Reaksional dan Spontanitas titik kelemahan
Sudah saatnya Ahok kembali berfikir bagaimana merangkul umat Islam dengan cara-cara yang arif dan elegan. Menyerang balik penggunaan ayat- ayat Al-Quran dengan spontanitas dan melakukan serangan balik (counter) cenderung membahayakan komunikasi Ahok, sifat spontanitas, reaksional diiringi emosi yang berlebihan adalah seperti sebuah gabungan orkestra dengan nada yang sangat sumbang, ini menjadi titik terlemah dari pribadi seorang Ahok, dari semua tim sukses Ahok di level managemen boleh dikata tak satupun yang paham secara mendalam Al-Quran. Bahkan Nusron Wahid, satu-satunya anggota tim yang paling jago pemahamannya dengan dalam agama Islam-pun diberhentikan (dengan alasan kesibukan beliau yang berlebih). Nusronlah yang menggagas khataman di markas tim sukses Ahok. Memang ada banyak para muslim pendukung beliau, tetapi patut diragukan kekaliberannya dibidang agama Islam. Mungkin Ahok perlu mempertimbangkan untuk menghire konsultan komunikasi politik yang mumpuni, yang bisa menasehati beliau untuk lebih berpuasa dalam berkomentar. Perlu latihan memang, bahkan perlu didampingi dengan seorang juru bicara atau minimal penasehat komunikasi yang selalu incharge disamping Ahok.

Bahaya bagi investor dan partai pendukung
Verbal Ahok yang tidak bisa terkontrol, menimbulkan bahaya yang amat sangat bagi para investor dan partai pendukung dibelakang beliau. Walaupun ini menjadi seni tersendiri, akan tetapi menjadi sebuah taruhan yang sangat besar. Kita tentunya masih ingat pengorbanan para pemuda-pemuda yang dianggap idealis membela Ahok, akhirnya tersingkir hanya menjadi penjual merchandise di tepi jalan, akibat masuknya para opportunis dari partai dan investor pengejar keuntungan. Ada banyak biaya yang terbuang percuma untuk meletakkan Ahok disinggasana Gubernur. Biaya pengumpulan KTP, biaya lobby- lobby antar partai dan biaya tak terhitung lainnya. Pada akhirnya, semua yang berkepentingan pasti mempunyai rumus tersendiri ketika berinvestasi. Semakin besar sebuah resiko, semakin sedikit orang bermain didalamnya, tentunya resiko yang besar menghasilkan benefit yang besar, kata para pebisnis. Tentunya para pebisnis dibelakang beliau sudah paham betul dengan manajemen resiko.

Pada akhirnya, Selamat mengikuti pilkada buat Kokoh  dengan gaya uniknya.  Sejatinya, bila  tak ingin sibuk mencounter isu tentunya Ahok masih  ingat hukum newton “ada aksi ada reaksi” jaman fisika pas beliau SMA,…